2015, Kemendag Anggarkan Rp997 M untuk Revitalisasi Pasar
info siskaperbapo / 2015-02-17
Revitalisasi pasar itu tidak sekadar perbaikan fisik, tetapi
juga adanya pembinaan manajemen pengelolaan pasar. Dengan begitu pasar
tradisional lebih didorong menjual produk lokal yang jadi potensi
daerah.
Ke depan, penjual akan dimitrakan dengan pemerintah
daerah untuk membantu pedagang pasar. Hal tersebut disampaikan oleh
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel usai meresmikan Pasar Bulu yang telah
direvitalisasi di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (30/12/2014).
Rachmat
menyatakan, kementeriannya tiap tahun melakukan revitalisasi pasar.
Selama empat tahun terakhir sebanyak 505 pasar tradisional sudah
direvitalisasi sampai Desember 2014.
Dananya berasal dari dana
alokasi khusus dan tugas pembantuan APBN Kementerian Perdagangan
(Kemendag). "Besarnya setiap pasar berbeda, tergantung kondisi pasar,
biaya (revitalisasi) sekitar Rp2 miliar-Rp20 miliar," ujarnya.
Lebih
lanjut, Rachmat mengatakan pada 2015 ada anggaran Kemendag sebesar
Rp307 miliar untuk 37 pasar dari dana tugas pembantuan, yang tersebar di
daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa. Kemudian, ditambah
alokasi dana Rp690 miliar untuk 335 pasar dari dana alokasi khusus,
totalnya mencapai Rp997 miliar.
"Dalam waktu dekat, di Papua
juga akan ada lima pasar yang dibangun, di kabupaten kotamadya Jayapura,
Wamena, dan Fakfak," tukasnya. Tidak hanya itu, ada juga bantuan dari
kementerian lain, misalnya pasar ikan, pasar tani.
Selain itu,
Kementerian Koperasi dan UKM juga memberikan bantuan-bantuan pasar. Ke
depan akan ada rencana internasional task force yang dipimpin oleh
Kemendag. "Kita berharap ada bantuan dana lagi sehingga bisa mencapai
1.000 pasar dalam setahun di 2015," ucap Rachmat.
Sebagai
tambahan, terdapat kriteria pasar yang akan direvitalisasi. Kriteria
utama pasar itu sama sekali belum pernah mendapat bantuan, 50 persen
dari pasar yang akan direvitalisasi telah berumur 25 tahun. Kriteria
lain yaitu pasar yang pernah mengalami bencana seperti banjir dan
kebakaran. Lalu, pasar-pasar di daerah tertinggal dan dekat-dekat
perbatasan (wilayah terluar).
Sementara itu, belum lama ini
Kemendag juga telah mengeluarkan surat edaran bagi pemerintah daerah
yang belum memiliki rencana detail tata ruang maka belum boleh untuk
membangun toko modern seperti minimarket, supermarket dan department
store.
Menteri Perdagangan mengatakan, memang aturannya saat ini
Pemda diatur bahwa antara pasar tradisional dan ritel modern harus
berjarak dan juga akan dibagi per zona.
"Moratorium ritel
modern, dalam peraturan Perpres 112/2007 dan Permendag No
70/M-DAG/PER/12/2013 disebutkan, setiap membangun swalayan harus ada
persyaratan memiliki RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) turunan dari RTRW
(Rencana Tata Ruang Wilayah) yang harus dalam Perda. Kalau tidak ada itu
maka tidak layak dan tidak boleh membangun toko modern," tukas Rachmat.
Mendag
menegaskan, toko modern yang melanggar aturan akan dicabut surat
izinnya. "Kita merekomendasikan pada pemerintah kota untuk mencabut izin
itu, kalau tidak mempan itu akan mendapat sanksi pidana," ucapnya.
Tidak
hanya itu, dari 442 lebih kabupaten kota, hanya beberapa daerah yang
memiliki RDTR. Sedangkan bagi toko yang sudah terlanjur berdiri,
Kemendag ingin agar izinnya untuk dilengkapi, bila tidak maka toko akan
ditutup. "Tidak boleh ada bangun toko modern kalau belum ada RDTR,"
ujarnya.
Sebagai contoh, Rachmat mengatakan kementeriannya telah
mendata 1.800 lebih toko modern di DKI Jakarta, terdapat 37 toko yang
belum memiliki izin, sudah disurati Pemda untuk fokus membenahi itu.
Yang
menangani ada di pemerintah kabupaten kota, sebab kabupaten kota tahu
persis mana daerah yang komersial. "Intinya, kalau di satu lokasi sudah
berdiri toko modern, jangan sampai ada lagi yang lain, jangan saling
mematikan, skala ekonominya jadi mengecil, jangan berdekatan," pungkas
Rachmat.
Sumber:metrotvnews.com